BATIK Khas Bojonegoro memiliki 9 motif, antara lain:
1. Sekar Jati
2. Jagung Miji Emas
3. Parang Dahana Munggal
4. Mliwis Mukti
5. Gastra Rinonce
6. Pari Sumilak
7. Sata Ganda Wangi
8. Parang Lembu Sekar Rinambat
9. Rancak Thengul
BOJONEGORO - Jawa Timur, Indonesia
Kota Ledre - Kota Serabi - Kota Jati - Kota Minyak - Kota Matoh
Wednesday, December 10, 2014
Sejarah Kabupaten Bojonegoro
MASA kehidupan sejarah Indonesia kuno ditandai oleh pengaruh kuat kebudayaan Hindu yang datang dari India sejak abad I yang membedakan warna kehidupan sejarah Indonesia jaman Madya dan jaman Baru. Sedangkan Bojonegoro masih dalam wilayah kekuasaan Majapahit, sampai abad XVI ketika runtuhnya kerajaan Majapahit, kekuasaan pindah ke Demak, Jawa Tengah. Bojonegoro menjadi wilayah kerajaan Demak, sehingga sejarah Bojonegoro kuno yang bercorak Hindu dengan fakta yang berupa penemuan-penemuan banyak benda peninggalan sejarah asal jaman kuno di wilayah hukum Kabupaten Bojonegoro mulai terbentuk. Slogan yang tertanam dalam tradisi masyarakat sejak masa Majapahit “sepi ing pamrih, rame ing gawe” tetap dimiliki sampai sekarang.
Labels:
Bojonegoro,
Harya Mentahun,
Mas Toemapel,
Rajekwesi,
sejarah Bojonegoro
Tuesday, May 6, 2008
2013 baru ada pemasukan dari ADS
Jumat, 02 Mei 2008
BOJONEGORO-PT Asri Dharma Sejahtera (ADS) salah satu BUMD milik Pemkab Bojonegoro belum akan menikmati hasil dalam keikutsertaaan pada Participacing Interest (PI) 10 persen Blok cepu sampai dengan 2013.
Hal tersebut juga berlaku terhadap tiga BUMD lainnya yang tergabung dalam Badan kerjasama BUMD penerima PI 10 persen Blok Cepu. Ketiganya adalah PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah),), PT Blora Patragas Hulu (Blora), dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur). Sementara Penyertaan modal atau PI 10 % telah disepakati dengan ketentuan Kabupaten Bojonegoro mendapat 4,5 %, Jatim (2,2 %), Blora (2,2 %), dan Jateng (1,1 %).
BOJONEGORO-PT Asri Dharma Sejahtera (ADS) salah satu BUMD milik Pemkab Bojonegoro belum akan menikmati hasil dalam keikutsertaaan pada Participacing Interest (PI) 10 persen Blok cepu sampai dengan 2013.
Hal tersebut juga berlaku terhadap tiga BUMD lainnya yang tergabung dalam Badan kerjasama BUMD penerima PI 10 persen Blok Cepu. Ketiganya adalah PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah),), PT Blora Patragas Hulu (Blora), dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur). Sementara Penyertaan modal atau PI 10 % telah disepakati dengan ketentuan Kabupaten Bojonegoro mendapat 4,5 %, Jatim (2,2 %), Blora (2,2 %), dan Jateng (1,1 %).
Labels:
blok Cepu,
BUMD,
minyak,
Pemkab Bojonegoro,
PT ADS,
PT Asri Dharma Sejahtera
Wednesday, April 30, 2008
Untuk Awal Blok Cepu Bisa Produksi 35 barel/hari
Selasa, 29 Apr 2008
BOJONEGORO-Produksi awal Empat dari lima sumur Migas di Banyuurip yang masuk kawasan Blok Cepu bisa mencapai 35 ribu barel perhari. Namun karena keterbatasan sarana early production maka empat sumur hanya dikeluarkan 20 ribu barel saja.
"Dari lima sumur di Banyuurip tekanan dari dalam masih diatas normal sekitar 1500 psi," kata Kunto Wibisono Manager Development Mobil Cepu Limited (MCL) kepada wartawan koran ini. Menurutnya dengan tekanan yang jauh diatas normal dari perut bumi tersebut menunjukkan kandungan minyak Banyuurip sangat besar dan melebihi perkiraan yang ada.
BOJONEGORO-Produksi awal Empat dari lima sumur Migas di Banyuurip yang masuk kawasan Blok Cepu bisa mencapai 35 ribu barel perhari. Namun karena keterbatasan sarana early production maka empat sumur hanya dikeluarkan 20 ribu barel saja.
"Dari lima sumur di Banyuurip tekanan dari dalam masih diatas normal sekitar 1500 psi," kata Kunto Wibisono Manager Development Mobil Cepu Limited (MCL) kepada wartawan koran ini. Menurutnya dengan tekanan yang jauh diatas normal dari perut bumi tersebut menunjukkan kandungan minyak Banyuurip sangat besar dan melebihi perkiraan yang ada.
Labels:
Banyuurip,
blok Cepu,
MCL,
minyak,
Mobile Cepu Limited,
sumur munyak
Melihat Kerajinan Gerabah Andalan Bojonegoro
Senin, 28 Apr 2008
TONNY ADE IRAWAN-BOjonegoro
Pasar Semakin Sempit Modal Semakin Menjepit
Kerajinan gerabah yang menjadi andalan Bojonegoro pasarnnya semakin menyempti. Hal ini membuat banyak perajin yang gulung tikar. Apa Penyebabanya ?
Matahari bersinar dengan terik serta panasnya menusuk kulit saat memasuki sebjha desa yang berada ditepian Sungai Bengawan Solo. Saat itu jalan yang berdebu membuat suasana semakin tidak nyaman.
Namun disisi kanan jalan dan disebuah teras rumah yang terkenal sebagai penghasil gerabah tersebut beberapa orang sibuk dengan patung hewan yang didepannya. Satu orang sibgu mengecat dengan warna putih, satu lagi sibuk mengecat denga wara kuning satulagi dnegan warna hitam. Sementara satunya lagi sibuk memperbaiki beberapa bentuk patung hewan yang rusak.
Itulah suasan di Desa rendeng kecamatan Malo. Desa yang terkenal sebagai sentra penghasil kerajinan gerabah di Bojonegoro. Dulu Desa tersebut sangat rekenal akan hasil gerabhahnya. Namun seiring perkembangan jaman lambat laun desa tersbeut mulai dilupakan.
"Dulu di Desa ini hampir semua rumah membuat gerabah," kata Sopi’I, 40 erajin gerabah. Namun seiring turunnya permintaan serta sulitnya mendapatkan bahan baku banyak yang putus asa dan beralih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan
Supeno, Kepala Dusun Rendeng menjeslakan di Desa Rendeng kurang lebih ada 185 perajin yang tergabung dalam beberapa kelompok. Sebab saat ini jika tidak berkelompok akan sulit mendapatkan pemasaran. "Karena itu banyak yang gulung tikar karena sulitnya modal dan pemasaran," ungkapnya
Sapran,45 pemilik udaha Grabah terbesar di Desa Rendeng menjelaskan bencana lumpur Lapindo yang terjadi beberap tahun lalu juga ikut mematikan usaha warga disini. Sebaba dulu Sidoarjo merupakan salah satu daerah tujuan pasar terbesar setelah Solo. "Karena itu banyak yang gulung tikar," tegasnya
Saat ini tujuan pengiriman gerabah tinggal di Daerah Solo. Ngawi serta Semarang. Dfan itupun menurut dia hanya bisa dilakukan oleh mereka yang usahanya bermodal besar. "Sebaba tuipa pegiriman belum tentu dapat uang biasanya menunggu beberapwaktu lha kita kan butuhnya bisa berputar gak usah menunggu," ungkapnya
Kalau tidak demikian pria itu menuturkan maka para pembeli tidak akan melakukan transaksi dan memilih kerajinan lainnya. Kalaupun hanya mendalkan pesanan meski harganya lumayan namun itu tidak terjadi setiap hari. "Kalau pesanana kan gak pasti," ungkapnya
Setipa minggu lanjut pria yang memperkerjakan 12 orang itu dia mampu menghasilan sampai dnegan lima puluh gerabah. Kalaupun kurang dari pemrintaan dia akan meminta kepada para tetangganya yang ikut membuta gerabah. "Tapi ya itu mereka kan mintanya ada barang ada uang sementara kita menyalurkan tidak serta merat dapat uang," ungkapnya.
Sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=210402&c=87
TONNY ADE IRAWAN-BOjonegoro
Pasar Semakin Sempit Modal Semakin Menjepit
Kerajinan gerabah yang menjadi andalan Bojonegoro pasarnnya semakin menyempti. Hal ini membuat banyak perajin yang gulung tikar. Apa Penyebabanya ?
Matahari bersinar dengan terik serta panasnya menusuk kulit saat memasuki sebjha desa yang berada ditepian Sungai Bengawan Solo. Saat itu jalan yang berdebu membuat suasana semakin tidak nyaman.
Namun disisi kanan jalan dan disebuah teras rumah yang terkenal sebagai penghasil gerabah tersebut beberapa orang sibuk dengan patung hewan yang didepannya. Satu orang sibgu mengecat dengan warna putih, satu lagi sibuk mengecat denga wara kuning satulagi dnegan warna hitam. Sementara satunya lagi sibuk memperbaiki beberapa bentuk patung hewan yang rusak.
Itulah suasan di Desa rendeng kecamatan Malo. Desa yang terkenal sebagai sentra penghasil kerajinan gerabah di Bojonegoro. Dulu Desa tersebut sangat rekenal akan hasil gerabhahnya. Namun seiring perkembangan jaman lambat laun desa tersbeut mulai dilupakan.
"Dulu di Desa ini hampir semua rumah membuat gerabah," kata Sopi’I, 40 erajin gerabah. Namun seiring turunnya permintaan serta sulitnya mendapatkan bahan baku banyak yang putus asa dan beralih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan
Supeno, Kepala Dusun Rendeng menjeslakan di Desa Rendeng kurang lebih ada 185 perajin yang tergabung dalam beberapa kelompok. Sebab saat ini jika tidak berkelompok akan sulit mendapatkan pemasaran. "Karena itu banyak yang gulung tikar karena sulitnya modal dan pemasaran," ungkapnya
Sapran,45 pemilik udaha Grabah terbesar di Desa Rendeng menjelaskan bencana lumpur Lapindo yang terjadi beberap tahun lalu juga ikut mematikan usaha warga disini. Sebaba dulu Sidoarjo merupakan salah satu daerah tujuan pasar terbesar setelah Solo. "Karena itu banyak yang gulung tikar," tegasnya
Saat ini tujuan pengiriman gerabah tinggal di Daerah Solo. Ngawi serta Semarang. Dfan itupun menurut dia hanya bisa dilakukan oleh mereka yang usahanya bermodal besar. "Sebaba tuipa pegiriman belum tentu dapat uang biasanya menunggu beberapwaktu lha kita kan butuhnya bisa berputar gak usah menunggu," ungkapnya
Kalau tidak demikian pria itu menuturkan maka para pembeli tidak akan melakukan transaksi dan memilih kerajinan lainnya. Kalaupun hanya mendalkan pesanan meski harganya lumayan namun itu tidak terjadi setiap hari. "Kalau pesanana kan gak pasti," ungkapnya
Setipa minggu lanjut pria yang memperkerjakan 12 orang itu dia mampu menghasilan sampai dnegan lima puluh gerabah. Kalaupun kurang dari pemrintaan dia akan meminta kepada para tetangganya yang ikut membuta gerabah. "Tapi ya itu mereka kan mintanya ada barang ada uang sementara kita menyalurkan tidak serta merat dapat uang," ungkapnya.
Sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=210402&c=87
Subscribe to:
Posts (Atom)